[MOVIE] Dua Garis Biru - penyesalan selalu datang terlambat
Beruntung gw semalam bisa ikut Gala Premiere Dua Garis Biru di XXI Epicentrum. Semua berawal dari harapan gw mo foto bareng sama Dwi Sasono, pemeran Ali Oncom, yang sangat gw kagumi. Gila, bentukan sekeren Dwi bisa menghidupkan karakter Ali Oncom dengan sempurna. Tiba2 aja Edi kontek gw nanya bisa ikutan GP-nya gak, kan bisa ketemu Dwi. MAUUUUK. Dan malam itu gw sudah duduk di sebuah coffee shop sambil liatin foto gw bareng Dwi Sasono. *halah gak penting2 amat Yen buat doi* LOL. Anyway, sutradara sekaligus penulis skenario-nya adalah Gina S. Noer. Oya kenapa judulnya Dua Garis Biru, bukan Dua Garis Merah atau Dua Garis Pink? Nonton ya tgl 11 Juli nanti, ntar juga tau. Yuk kita mulai filmnya.
Film dimulai dengan mengambil adegan di sekolah. Kita diperkenalkan dengan 2 pemeran utamanya, Dara (Adhisty Zara) dan Bima (Angga Yunanda), anak remaja usia 17 tahun yang lagi kasmaran. Tapi seperti kata orang tua dulu, kalo cowo dan cewe berdua2an, biasanya ada "setan" di antara mereka. Gw gak mo banyak spoiler, tapi kalo yang liat trailernya pasti tau apa yang terjadi sama mereka berdua. Dan dimulailah segala galau dan panik di antara mereka. Apa yang harus mereka lakukan? Nasi sudah jadi bubur. Di sini kita akan ngeliat apa yang terjadi kalo 2 bocah dihadapkan pada masalah yang besar banget. Ditonton ya pelemnya. Bagus.
Well, seperti biasa, gak banyak yang bakal gw share di sini. Jelas bakal spoiler kalo gw ceritain semua. Cuma yang pasti nih, gw salut banget sama akting2 para pemainnya. Yang casting jago nih. Chemistry Dara dan Bima keliatan manis banget. Masi selayaknya anak 17 tahun yang lucu, gemes, dan keliatan masi anak2 banget deh. Dwi Sasono dan Lulu Tobing berperan jadi orang tua Dara. Dwi Sasono gak usah ditanya deh. Kayanya peran sebagai ayah yang marah besar ke Bima karena udah "merusak" masa remaja Dara, sempurna banget. Lulu Tobing, walau sudah 7 tahun stop akting, bagus banget jadi ibu yang merasa gagal mendidik anak. Ada Cut Mini dan Arswendy Bening Swara sebagai orang tua Bima. Gila! Mereka keren banget. Cut Mini jadi ibu yang ceplas ceplos sembarangan kalo ngomong, tapi sayang banget sama anak2nya. Arswendy jadi ayah yang sabaaaaaaar banget, tipikal penengah dalam keluarga. Salut deh gw sama mereka semua. Aktingnya super natural.
Gw juga suka akting Rachel Amanda. Ya ampun baru sadar kalo ini yang dulu main di sinetron Candy. Gilak beda banget mukanya! Makin cakeeeeep. Aduh mainnya bagus. Rachel di sini jadi kakaknya Bima yang tinggal di Bandung. Nongol di beberapa adegan, tapi alami banget aktingnya. Sukaaaaa! Dara juga punya adik bernama Putri, yang dipanggil Puput. Diperankan dengan ciamik oleh Maisha Kanna. Gw emang udah suka Maisha sejak nonton film Kulari Ke Pantai. Lucuk. Trus ya, sungguh terkedjoet ada peran cameo yang bikin gw super hepi. Duh emang ya si mbak yang satu itu selalu lucu.
Ada beberapa adegan yang menurut gw kurang pas di sini. Di saat harusnya keliatan sedih atau depresi, tapi malah ceria2 aja kaya gak terjadi apa2. Trus menjelang akhir film, ada adegan yang keliatannya pengen dibikin dramatis atau tragis, tapi gagal menurut gw ya. Harusnya gak perlu ada skenario itu. Jadi terkesan mau dibikin dramatistististis tapi trus ya gitu aja. Gak nyambung sama endingnya. Pulang dari nonton gw diskusi sama hubby, en doi juga setuju. Skenario itu gak perlu. Tapi ya kan pemikiran orang beda2 ya, selera juga beda. Gw sama hubby juga bukan pakar film ya. Hanya penikmat film yang sudah terlalu banyak nonton film hahaha. Tapi overall kami berdua puas. Bahkan hubby salut sama gw yang nonton dari jam 10 malam, tetep melek sepanjang pelem kaga ada ngantuk2nya. Padahal biasa jam 10 udah kriyep2 yak LOL. Oiya, gw suka lagu2nya. Enak2.
Well, film ini mengajarkan bahwa sex education itu penting banget dalam keluarga. Gak cuma di sekolah sebetulnya, tapi justru yang lebih penting itu pendidikan di dalam keluarga. Sex education itu bukan hal yang tabu loh. Justru pemikiran tabu malah bikin jadi gak ngerti. Akhirnya coba2 sendiri. Ini juga mengingatkan kita bahwa penyesalan selalu datang terlambat. Segala macam "andai" dan "mungkin" akan muncul. Terkadang seiring dengan segala andai dan mungkin, datanglah rasa bersalah. Menyalahkan diri sendiri dan orang lain. Kebayang sih gw kalo ada di posisi mereka bakal mikir gitu deh. 'Andaikan ibu lebih sering ngobrol sama kamu, mungkin kamu gak akan jadi begini.' 'Andaikan ayah lebih dekat dengan kamu, mungkin kamu akan lebih banyak cerita.' 'Andaikan guru di sekolah lebih perhatian, mungkin gak akan terjadi hal yang tak diinginkan.' Kadang mungkin gak make sense, tapi itu akan terus terngiang2 di kepala. Apa daya. What's done is done. The die is cast. The genie is out of the bottle. Apa pun itu, saatnya kita menjadi yang lebih baik.
Semoga berkenan.
Comments
Post a Comment